Saturday, May 14, 2011

Sejarah Reiki

Pengantar

Metode penyembuhan Reiki  sesungguhnya sudah berusia ribuan tahun. Metode ini bahkan sudah  dipraktekkan di Atlantis Kuno, sebuah  kota legenda yang disebutkan dalam salah satu tulisan Plato.  Dalam tulisan Plato disebutkan kota  itu sudah hilang  karena  tenggelam.  Kota ini adalah sebuah kota modern di jaman dahulu dan sudah mempelajari banyak ilmu, termasuk metode penyembuhan seperti Reiki yang kita kenal saat ini.
            Sejarah mencatat di kota ini hidup seorang Ascended Master yang bernama  Saint Germain, seorang  pemimpin Spritual, yang mengajarkan metode penyembuhan Reiki. Saat ini metode yang diajarkan oleh Ascended Master Saint Germain ini dikenal Shamballa Reiki.
            Pada saat Atlantis Kuno tenggelam Saint Germain  dan pengikutnya hijrah ke Tibet Kuno. Di Tibet Kuno inilah dia mengajarkan metode  penyembuhan dengan menyalurkan energi Ilahi lewat telapak tangan. Dia mengajarkan  metode  penyembuhan itu  kepada Ascended Master Khutumi. Dan Khutumi inilah yang mengajarkan Kundalini  Reiki kepada para Dalai Lama. Secara eterik para Ascended Master itu tetap hidup sampai saat ini.
            Di Tibet Kuno dulu, mereka mempraktekkan Reiki  supaya bisa bertahan hidup dalam  cuaca yang sangat dingin. Secara geografis Tibet Kuno terletak di sekitar daerah Pegunungan Himalaya. Di sana mereka berlatih untuk menyalakan Api Kundalini . Dengan menyalakan Api Kundalini , maka  tubuh mereka menjadi hangat. Sekarang Reiki yang mereka praktekan di Tibet itu disebut Reiki Tummo. Dalam bahasa Tibet Tummo adalah “Api Suci”. Api inilah yang memberikan efek panas pada tubuh.
            Tetapi dampak yang lain, energi yang dihasilkan oleh Teknik Penyaluran Api Kundalini  itu memberikan kemampuan seseorang menjadi sehat, dengan meletakkan telapak tangan pada bagian-bagian tubuh yang sakit. Itulah pada awal mulanya Reiki ini bisa ada di bumi.

1. Dari Tibet Ke Jepang
    
Dokter Mikao Usui, Pendiri Reiki-Ho


Tetapi dunia internasional  baru mengenal metode  Reiki setelah diperkenalkan oleh Dokter Mikao Usui kepada publik sebagai teknik penyembuhan tanpa menggunakan obat. Reiki memang sudah dipraktekkan di Tibet Kuno, tetapi hanya diperkenalkan kepada kelompok khusus, seperti para Dalai Lama, jadi bukan untuk konsumsi publik.
Mikao Usui lahir pada 15 Agustus 1865 di distrik Yamagata, dari prefecture Gifu, kampung Yago. Saat kecil Usui belajar di sekolah dan kuil di Gunung Kurama. Ia  belajar Chi Kung Jepang (Ki Ko) dan teknik pengobatan lainnya. Ia mempunyai nenek moyang bernama Tsunetane Chiba, seorang komandan militer di akhir era Heian dan di awal era Kamakura (1180-1230). Ayahnya  adalah Taneuji yang sering dikenal dengan nama Uzaemon. Ibunya datang dari keluarga Kawai.
Waktu kecil Dokter Mikao Usui  mengalami kesulitan dalam belajar dan harus belajar dengan sangat keras sehingga membuatnya  memiliki kemampuan melebihi teman-temannya. Ketika sudah dewasa dia  pergi ke Eropa, Amerika dan Cina untuk belajar. Dia juga adalah  seseorang dengan bakat yang kuat dan pecinta buku. Pengetahuannya  meliputi sejarah, biografi,  pengetahuan medis, kitab suci Kristen dan Budhis, psikologi, magic of fairy land, art of curse, dan ramalan.
 Walaupun memiliki beragam keterampilan dan kemampuan, tetapi dia tidak selalu sukses dalam hidup, bahkan seringkali dipaksa untuk hidup dalam kemiskinan. Dia berjuang dengan keras untuk melatih pikiran dan tubuhnya agar tidak lari dari kesulitan. Ketika menghadapi kesukaran, dia  menghadapinya dengan kehendak yang kuat dan kehati-hatian.
            Sewaktu mengembara di Eropa dia belajar tentang kedokteran modern. Tidak hanya itu dia juga belajar teknik penyembuhan tanpa menggunakan obat.  Pada waktu  pulang ke Jepang tahun 1914, setelah lama berpetualang di Eropa dan di berbagai belahan dunia lain, dia menemukan banyak orang sakit di Jepang setelah Perang Dunia Pertama. Sementara  teknologi  kedokteran  saat  itu  masih sangat minim. Oleh sebab itu, dia mempunyai  cita-cita dan harapan untuk memperoleh kemampuan untuk mengobati orang tanpa menggunakan obat. Lalu dia mengadakan perjalanan ilmiah ke Cina untuk mengetahui metode pengobatan Cina itu. Di negara Tirai Bambu itu dia menemukan praktek orang melakukan penyembuhan dengan teknik Akupuntur , yaitu  menusuk jarum pada bagian tubuh yang sakit tanpa menggunakan obat. 
            Tidak puas dengan itu, dia juga mengadakan perjalanan ilmiah ke India untuk belajar bagaimana orang-orang India mempraktekkan Yoga dan meditasi  untuk kesehatan. Dia  melihat orang yang belajar Yoga dan meditasi pada umumnya sehat dan umur panjang. Karena itu, dia mempelajari  semua teknik itu dan kemudian data-data dikumpulkan. Lalu di Tibet dilihatnya juga  orang-orang  semuanya sehat  dan berumur panjang, walaupun tinggal dalam cuaca yang sangat ekstrim. Nah, dari metode-metode yang dikumpulkan itu, lalu dia  menemukan suatu metode bagaimana cara mengaktifkan kemampuan pada diri sendiri.
            Begitu banyak informasi yang dikumpulkannya, terutama tentang bagaimana pusat-pusat energi bekerja, seperti titik-titik  Akupuntur  dan cakra-cakra.  Tetapi metode untuk mengaktifkan cakra-cakra itu belum ditemukan. Sementara teknik penyembuhan di Tibet  masih diajarkan secara rahasia, seperti teknik Kundalini  Reiki.
            Dia menemukan bahwa latihan-latihan yang dilakukan, misalnya oleh para yogis atau meditator membutuhkan ketrampilan dan teknik khusus. Begitu juga dalam teknik tusuk jarum pada titik-titik pusat energi dalam teknik Akupuntur membutuhkan ketrampilan khusus. Latihan itu membutuhkan waktu yang lama dan bertahun-tahun, sehingga perlu sebuah ketekunan luar biasa dalam mengimplementasikan latihan-latihan itu. Kalau tidak memiliki ketrampilan, tentu hasil yang diharapkan tidak optimal.
            Dia juga penasaran  dengan metode “Kipasana” yaitu sebuah bentuk meditasi yang dilakukan dalam waktu yang lama. Misalnya meditasi dalam satu hari berlangsung sekitar 18 jam dan hanya memperhatikan nafas keluar dan nafas masuk. Tidak banyak kegiatan, hanya duduk saja dan mata terpejam sambil memperhatikan aliran nafas. Meditasi ini kelihatanya mudah, namun sebenarnya sangat berat. 
            Dokter Mikao Usui sudah banyak mengumpulkan informasi, tetapi tampaknya data-data yang dikumpulkannya belum menjawab kerinduannya untuk menemukan sebuah metode penyembuhan yang tidak terlalu berat diaplikasikannya, tetapi hasilnya efektif. Akhirnya, dia memutuskan untuk bermeditasi dengan mengambil tempat di Gunung Kurama di Jepang. Di gunung itu dia berpuasa dan  melakukan meditasi selama 21 hari. Perlu dicatat  metode 21 hari adalah metode yang sering digunakan oleh para yogis dan meditator di India, termasuk Sidharta Gautama, yang sering kita sebut sebagai Budha. Dia  telah mencapai Bodicita di bawah Pohon Puricita, dimana dia mendapatkan pencerahan setelah bermeditasi selama 21 hari. Teknik inilah yang mau ditiru oleh Mikao Usui, karena yakin bahwa  dengan teknik ini, cakra-cakranya  bisa diaktifkan. Dengan aktifnya cakra-cakra tersebut, tentu pada saatnya dia bisa  mengakses energi Ilahi yang lebih besar. Itu tujuan utamanya.
            Setelah menuntaskan meditasi selama 21 hari, ia mengalami “Satori”. Yang dimaksudkan dengan Satori adalah memperoleh  attunement atau penyelarasan  langsung dari alam semesta tanpa seorang master.  Jadi, ia   di-attunement  bukan oleh seseorang atau  diberikan oleh seorang master, tapi langsung oleh alam semesta.
            Satori itu dialaminya pada malam sebelum  keesokan hari dia pulang ke rumah. Pada malam itu dia istirahat dan berdiri di luar tempat meditasi, tiba-tiba sebuah cahaya besar datang menyambarnya. Cahaya itu berbentuk bola besar  dan berbicara dengan dia. Dari dalam bola besar dia mendengar suara: “Kalau kamu dihantam oleh bola yang besar ini, bisa menyebabkan kematian, tetapi kalau kamu bisa menerima akibat ini, maka kamu bisa memperoleh kemampuan untuk menyembuhkan.”
Karena dia sudah bermeditasi selama 21 hari, dia nekat menerima apapun resiko yang bakal terjadi. Dia ikhlas menyerah diri sepenuhnya, bahkan sampai mati sekalipun kalau diterjang oleh oleh bola besar itu. Begitu dihantam tepat di kepalanya  oleh bola cahaya itu, dia jatuh terhuyung-huyung dan mengalami pingsan sesaat. Saat mengalami kunang-kunang, dia melihat pola-pola  energi yang digambarkan dalam bentuk simbol Cho-Ku-Rei, She-Hei-Ki dan Hon-Zha-Ze-Sho-Nen. Ketiga simbol energi inilah kemudian dikenal sebagai tiga simbol utama dalam Teknik Usui Tibetan.
            Setelah mengalami Satori , dia merasakan kesegaran yang luar biasa di sekujur tubuh fisiknya. Meskipun bermeditasi selama 21 hari dengan persediaan makanan yang  sangat terbatas, dia tidak mengalami  kelelahan fisik,  sebaliknya justru eforia yang luar biasa. Saat turun gunung kakinya terantuk pada batu dan langsung jatuh. Darah segar mengalir keluar dari kakinya. Tetapi ketika dia memegang  kaki yang berdarah itu, seketika darah berhenti mengalir dan langsung mengering. Namun peristiwa yang berlangsung sekejap  itu belum memberikan sebuah keyakinan  yang kuat bagi dirinya bahwa sesunggunya dia mempunyai kemampuan untuk melakukan penyembuhan dengan sentuhan tangan. Momen itu tampaknya dianggapnya sebagai kebetulan saja sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dasar  untuk menentukan bakal apa yang akan terjadi pada hari-hari selanjutnya.
            Meskipun dokter ini menganggap pengalaman itu sebagai kebetulan, tetapi alam semesta terus memberikan petunjuk kepadanya bahwa tidak ada satu pun pengalaman unik yang terjadi secara kebetulan, dengan tanda-tanda  lain. Saat berjalan mengitari lereng gunug, dia bertemu dengan seorang ibu yang kebetulan mempunyai warung makan. Ibu ini tahu bahwa dokter ini baru  pulang bertapa  karena melihat jenggotnya sudah panjang. Dia pasti sudah lapar dan minta makan. Begitu diberi makan, dia langsung melahap habis makanan itu, tanpa lebih dahulu minum air. Ini berlawanan  dengan  arus umum yang terjadi dimana  setelah orang lama berpuasa biasanya lebih dahulu minum air baru diikuti makan sehingga tidak terjadi kontraksi dalam perut. Ini tidak dilakukannya. Dia sendiri juga merasa aneh karena setelah makan tidak ada gejala  dan gangguan di dalam perut. Dia justru merasa perutnya baik-baik saja. Namun, petunjuk kedua ini juga belum berhasil meyakinkan dirinya bahwa sesungguhnya dia memiliki kemampuan untuk melakukan penyembuhan.
               Sebagai orang yang memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang kedokteran, agama,  dan teknik pengobatan tradisional, termasuk ilmu esoteris yang dipelajari dari tradisi India dan Tibet,  tentu Dokter Mikao Usui sangat-sangat hati menarik sebuah kesimpulan terhadap sebuah fenomena atau peristiwa. Kedua pengalaman unik yang dirasakannya  itu belum bisa dijadikan sebagai tolok ukur untuk mengambil kesimpulan bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan penyembuhan. Sebagai orang yang biasa hidup dalam tradisi ilmiah dengan metodologi tertentu dia membutuhkan pembuktian lain, baru kemudian ditarik kesimpulan sehingga sulit dibantah. Peristiwa ketiga tampaknya berhasil memberikan keyakinan kepadanya bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan orang lain.
               Pada saat dia   makan di warung seorang ibu di lereng gunung tadi, dia mendengar cucunya menangis merintih kesakitan. Setelah itu, dia meminta kepada ibu itu untuk memegang anak yang sedang kesakitan itu. Nah, begitu dipegang, anak tersebut langsung sembuh saat itu juga. Peristiwa yang terakhir ini berhasil membawanya kepada sebuah kesadaran baru dan keyakinan yang kuat, bahwa dirinya sesungguhnya memiliki kemampuan untuk menyembuhkan orang lain lewat sentuhan tangan. Peristiwa ini sungguh-sungguh dirasakannya sebagai cita-cita yang terwujud. Maklum, selama puluhan tahun, dokter yang tidak kenal lelah belajar ini, melalang buana ke Eropa, Amerika, Cina, India, dan belahan dunia lain, lalu mengumpulkan beragam informasi hanya untuk menemukan metode penyembuhan  tanpa menggunakan obat.
               Setelah melewati peristiwa  itu, ia langsung bergegas kembali ke kota kelahirannya di Jepang. Di situ ia bertemu dengan guru rohaninya, yang bernama Guru Zen. Kebetulan guru rohaninya ini  mengalami reumatik  yang akut, sehingga dia tidak bisa jalan.  Begitu dipegang, reumatik gurunya langsung sembuh seketika  sehingga  bisa berjalan dan kesehatannya pulih total. Menurut pengakuan, sebagaimana disebut oleh  beberapa literatur tentang sejarah Reiki, guru rohaninya adalah pasien pertama yang disembuhkannya tanpa menggunakan obat, melainkan dengan sentuhan langsung.
            Penyembuhan yang dialami gurunya membuat Dokter Usui semakin yakin kemampuan dirinya dan mengalami kesenangan yang luar biasa. Kesenangan  itulah yang  membuatnya berjanji kepada dirinya sendiri untuk membaktikan seluruh ilmu yang baru ditemukannya itu untuk dipraktekkan di tempat  perkumuhan di mana banyak pengemis dan orang sakit. Mulailah dia memberikan terapi kepada orang-orang sakit di tempat perkumuhan itu. Tetapi mereka yang sudah sembuh  kembali menjadi pengemis  lagi. Secara  fisik  sehat, tetapi sesungguhnya secara  pikiran tidak sehat. Akhirnya, dia berpikir kalau situasinya begini maka ilmu ini tidak berkembang.  Karena itu kemudian ia mencari cara yang lebih baik, bagaimana ilmu berkembang, dengan mendirikan klinik Reiki.
 Sesuai dengan janjinya bahwa metode penyembuhan Reiki harus diberikan secara luas kepada masyarakat dunia sehingga dapat dinikmati oleh semua manusia di muka bumi ini, maka pada April 1922, dia pindah tempat tinggalnya ke Aoyama Harajuku, Tokyo, dan mendirikan sebuah institusi dimana penyembuhan Reki diajarkan secara bebas kepada masyarakat. Banyak orang datang dari segala penjuru memohon bimbingan dan penyembuhan, mereka membuat antrian yang sangat panjang.
Kemudian pada September 1923, Tokyo mengalami kebakaran hebat yang disebabkan oleh gempa bumi besar di distrik Kanto. Peristiwa itu menyebabkan banyak orang terluka dimana-mana. Melihat kejadian tersebut Dokter Usui merasa sangat prihatin, sehingga setiap hari dia berkeliling  di dalam kota dan berusaha menolong mereka dengan memberikan terapi Reiki. Tidak terhitung banyak orang yang diselamatkan dari kematian karena pengabdiannya.
Karena banyak orang yang datang meminta bantuannya untuk diterapi, sehingga  membuat pusat pelatihan Reiki terlalu kecil, maka pada Februari 1925 di mendirikan Klinik Reiki yang lebih besar di Nakono, di luar Kota Tokyo. Kegiatan terapi semuanya dipindahkan di tempat yang baru itu. Reiki yang dikembangkan oleh Dokter Usui disebut dengan nama “Reiki-Ho”. Teknik Usui disebut  Teknik ala Usui. Dengan adanya klinik itu, semua kalangan bisa datang ke situ, tidak hanya untuk berobat tetapi sekaligus belajar.
Seiring dengan reputasinya  yang semakin tinggi, tidak jarang dia menerima undangan dari segala penjuru negara. Sesuai dengan undangan-undangan itu dia bepergian ke Kure dan Hiroshima, kemudian mencapai Saga dan sampai ke Fukuyama, di mana  didalam sebuah penginapan, dia terserang penyakit yang sangat parah dan meninggal pada usia 62 tahun. Dia  meninggalkan seorang istri bernama Sadako, dari keluarga Zuzuki, dan dua orang anak. Anak laki-lakinya bernama Fuji menjadi penerus keluarga Usui.

2. Reiki Menyebar ke Amerika

Sebelum meninggal tahun 1930 dia melantik 16 orang Reiki Master.  Kemudian menjelang akhir hayatnya dia bersama muridnya yang terakhir Dokter Chujiro Hayashi berhasil mengembangkan teknik “penularan” reiki yang dikemudian hari populer dengan sebutan attunement atau penyelarasan.
Dalam perkembangan Reiki di Jepang, Dokter Chujiro Hayashi mendirikan sebuah klinik penyembuhan Reiki yang pada saat itu sangat populer sampai ke luar Jepang. Pada tahun 1935 seorang wanita Amerika keturunan Jepang, yaitu nyonya Hawayo Takata berobat ke klinik tersebut setelah sebelumnya  mendapat vonis mati dari team dokter yang merawatnya.
 Setelah menjalani terapi intensif selama 4 bulan, nyonya Hawayo Takata mendapat kesembuhan total dari penyakitnya. Sebagai rasa terima kasih, nyonya Hawayo Takata mempelajari Reiki tingkat pertama dari Dokter Hayashi pada tahun 1936.
 Tahun 1938, nyonya Takata mendapat attunement tingkat Master (murid ke-13), dan bersama Dokter Hayashi mendirikan klinik Reiki di Hawaii, sehingga pada tahun ini Reiki untuk pertama kalinya menyeberang lautan. Nyonya Takata meninggal 11 Desember 1980, dimana sebelumnya dia telah berhasil mengajarkan Reiki kepada 22 orang murid tingkat Master (murid generasi ketiga).
Selanjutnya dari para Reiki Master inilah sistem penyembuhan Reiki menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Pada saat ini perkembangan Reiki yang  sangat pesat terjadi di Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia dan India. Ribuan praktisi Reiki pada saat ini berkembang pesat. Bahkan di Amerika Serikat tercatat lebih dari 300 ribu orang praktisi Reiki.       
 Namun Reiki yang diajarkan Ny. Takata (Reiki Usui-Amerika) telah kehilangan praktek meditasi dan spiritual. Tidak diketahui apakah Dokter Hayashi yang tidak mengajarkannya atau Ny. Takata yang tidak mengajarkannya.  Setelah kematian Ny. Takata (1980), terjadilah konflik internal yang menyebabkan  Reiki Amerika  pecah menjadi dua, yaitu Radiance Technique, didirikan oleh Barbara Weber Ray dan Reiki Alliance yang didirikan oleh Phylis Lei Furumoto (cucu Ny.Takata) yang mengklaim dirinya sebagai grand master dan penerus silsilah Reiki Amerika.
Reiki yang berkembang di Amerika dan berbagai belahan penjuru dunia ini mengalami berbagai pengembangan dan akulturasi dengan berbagai teknik non-Reiki yang selanjutnya menghasilkan berbagai aliran/tradisi reiki baru.